Artikel Gereja

SEMBILAN REALITAS YANG AKAN DIHADAPI GEREJA PADA 2022

Dengan asumsi kita berada di sisi lain dari Covid pada akhir tahun ini, sebagian besar gambaran untuk gereja-gereja di Amerika dan negara-negara lainnya adalah jelas. Tentu saja, tidak seorang pun dari kita bisa mengetahui masa depan dengan pasti, dan lonjakan Covid yang lain dapat mengubah percakapan secara dramatis.

Namun, kami melihat sembilan realitas yang akan dihadapi gereja pada tahun 2022. Penelitian ini didasarkan pada percakapan dan data kami dari ratusan gereja yang bekerja sama dengan kami. Tanpa urutan tertentu, berikut adalah sembilan realitas:

1.  Ada banyak alasan untuk berharap. Secara alkitabiah, selalu ada harapan di dalam Kristus. Selain itu, kami melihat banyak gereja menjangkau lebih banyak orang daripada yang pernah mereka alami. Hampir sebagian besar gereja tidak mengalami penurunan dalam keuangan. Tingkat kehadiran mendekati atau bahkan lebih baik dari angka 2019 pada satu dari enam gereja. Sederhananya, jika Tuhan belum selesai dengan gereja-gereja ini, ada alasan untuk percaya bahwa gereja anda bisa menjadi salah satu gereja yang mengalami peningkatan setelah penurunan (breakout church).

2.  Gereja-gereja yang bertumbuh akan menggeser penginjilan ke pelayanan prioritas.

Kebanyakan pemimpin gereja membuktikan kenyataan ini, tetapi hanya sedikit dari mereka yang mempraktikkannya. Penginjilan tidak bisa hanya sekedar kegiatan atau pelayanan gereja. Gereja-gereja yang mengalami peningkatan setelah penurunan akan berfokus pada penginjilan lebih dari poin mana pun dalam sejarah mereka. Itu akan menjadi satu-satunya cara mereka akan tumbuh dalam budaya pasca-Kristen. Sebagai komentar anekdot, sumber daya kami yang paling populer disebut "Berdoa dan Pergi." Popularitasnya adalah pertanda baik bahwa semakin banyak gereja yang serius dalam berdoa dan penginjilan.

3.  Dukungan denominasi akan berkurang secara signifikan.

Kebanyakan denominasi (suatu kumpulan keagamaan yang dapat diindentifikasikan dibawah satu nama, struktur, dan/atau doktrin), seperti gereja-gereja yang mereka layani, sedang berjuang. Mereka tidak memiliki sumber daya yang dulunya mereka miliki untuk membantu gereja-gereja. Jaringan baru akan terbentuk, dan kelompok-kelompok afinitas (persamaan kepentingan) baru akan dibentuk di antara gereja-gereja sehingga mereka dapat saling membantu.

4.  Sikap terhadap orang Kristen dan gereja tidak monolitik (kesatuan yang terorganisir).

Janganlah berasumsi bahwa setiap non-Kristen yang anda temui adalah anti-Kristen. Pasti ada yang antipati terhadap iman kita, tapi banyak juga yang tidak. Bagaimanapun, Roh Kudus dapat bekerja dalam budaya apa pun. Budaya abad pertama tidak dimulai dengan pandangan budaya yang baik tentang Kekristenan, namun gereja-gereja di saat awal berjalan dengan baik.

5.  Pelayanan vokasional paruh waktu akan menjadi norma.

Kami memperkirakan saat ini ada satu juta pendeta dan staf paruh waktu di Amerika Utara. Jumlah itu akan terus bertambah. Tren ini tidak sepenuhnya benar karena keterbatasan finansial. Banyak pendeta dan staf bi-vocational (bekerja rangkap) memilih untuk menempuh jalur ini. Kami menyebut kenyataan itu sebagai “pelayanan kerja sama”.

6.  Pertumbuhan horizontal akan menjadi strategi kunci untuk pertumbuhan gereja.

Pertumbuhan horizontal terjadi ketika gereja mendirikan tempat baru, kebaktian baru selain Minggu pagi, lokasi baru, atau mengadopsi gereja yang sudah ada. Pertumbuhan vertikal telah menjadi strategi utama di masa lalu. Gereja-gereja berusaha untuk tumbuh sebanyak mungkin dalam kerangka waktu Minggu pagi di satu tempat. Dalam pertumbuhan gereja, pertumbuhan horizontal dan vertikal akan saling melengkapi.

7.  Diperkirakan sebanyak 15.000 gereja akan dihadapkan pada pilihan tutup atau diadopsi.

Jumlah ini lebih tinggi dibanding dengan penutupan gereja di tahun-tahun sebelumnya. Covid tentu saja mempercepat dan memperburuk tren ini. Sementara isu penutupan adalah kenyataan yang menyedihkan, pilihan untuk diadopsi (kadang-kadang disebut ditanam kembali atau diperoleh) adalah tren yang berkembang dan sehat.

8.  Gereja-gereja yang menolak perubahan akan merosot lebih cepat.

Sulit untuk melakukan perubahan di banyak gereja. Mantra sedih "Kami belum pernah melakukannya sebelumnya" adalah kata-kata kemunduran dan kematian. Penolakan perubahan akan menyebabkan penurunan lebih cepat dibandingkan sebelumnya. Di masa lalu, gereja-gereja ini dapat mengandalkan pertumbuhan sederhana dari budaya Kristen untuk mengimbangi beberapa kehilangan mereka. Kekristenan budaya, bagaimanapun, sudah tidak ada lagi. Begitu juga dengan gereja-gereja yang memegang tradisi masa lalu yang tidak esensial.

9.  Lebih banyak gereja akan berjuang untuk menemukan pendeta.

Kami mendengar tentang gereja tanpa pendeta setiap minggu. Menahan diri adalah hal yang biasa. Gereja-gereja tidak dapat menemukan seorang pendeta yang mereka anggap cocok untuk jemaat mereka. Dari sudut pandang para pendeta, mereka sangat berhati-hati, jika tidak selektif, sebelum pindah ke gereja lain. Jika mereka mendengar gereja telah memecat atau mengusir pendeta, telah terjadi kudeta staf, atau jika gereja memiliki reputasi negatif dan pertengkaran, mereka tidak akan membiarkan diri mereka untuk dipertimbangkan oleh gereja tersebut.

Saat anda membaca sembilan realitas untuk gereja-gereja di tahun 2022 ini, silakanlah baca kembali poin pertama. Di tengah semua tantangan ini, ada banyak harapan. Yang tidak lagi menjadi pilihan adalah jalan tengah “bergereja” seperti biasa.

Gereja akan berfokus pada prioritas yang diberikan Tuhan, atau mereka akan merosot dan mati. Ini adalah prinsipnya.

Oleh Thom S. Rainer – Terj. Hardi Mega

Related Posts